PERMENKES
TENTANG LAPORAN DAN REGISTRASI DALAM PRAKTEK BIDAN
ETIKOLEGAL
DALAM PRAKTIK KEBIDANAN
DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 1
NILUH
PUTU CHANDRA ANDANI (14150044)
NOVIANTY LOMO (14150047)
ISDAHLIA (14150050)
HERYANI.D.P.RAMADHAN (14150059)
GALUH FITRIANI EFENDI (14150078)
OKTAFIANI WULANDARI (14150041)
RANI
PRASINTA (14150048)
INDRAWATI (14150053)
EKA
MAGDALENA N (14150056)
ENI
RIYANTI (14150077)
SELDI
NUNUHITU (14150045)
PRODI
D III KEBIDANAN
FAKULTAS
ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS RESPATI
YOGYAKARTA
TAHUN
2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan YME
karena atas Rahmat serta Tuntunan-Nya kami masih diberi kesempatan untuk
meyelesaikan makalah ini. Tak lupa kami ucapkan kepada dosen pembimbing dan
teman-teman yang telah memberi dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dari penulisan makalah ini
masih banyak kekurangan, dan oleh sebab itu penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dan semoga dengan selesainya makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin
Penulis
KelompokII
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………...…………………………….............…………………………I
DAFTAR
ISI……………………………………………………………………………………………………II
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................................................1
1.1
LATAR .BELAKANG...............................................................................................................1
1.2
RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................1
1.3
TUJUAN………………………………………………………………………………......…..1
1.4
METODE PENULISAN......................................................................................................2
BAB II
PEMBAHASAN........................................................................................................................3
2.1
PENGERTIAN PRAKTEK BIDAN………………………………………………...……….…...3
2.2. PELAPORAN DAN REGISTRASI ……………………………………......................................3
2.3
MASA BAHKTI…………………………………………………………………………………..6
2.4
WEWENANG BIDAN………………………………………………………………………………………………..7
2.5 PENCATATAN DAN
PELAPORAN……………..……………………………………………10
2.6 PEMBIMBINGAN DAN
PENGAWASAN………………………………………..……………10
2.7
KETENTUAN PIDANA PRAKTEK BIDAN………………………………………………….15
2.8 KETENTUAN PERALIHAN TENTANGPENUGASAN
DAN IZIN PRAKTEK BIDAN……16
BAB
III PENUTUP…………………………………………..............……………………………….18
3.1 KESIMPULAN………………………………………...............………………………18
3.2 SARAN…………….........................…………………………………………………..18
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR
BELAKANG
Bidan
merupakan suatu profesi yang mana dalam setiap asuhan dan tindakan yang
dilakukan memiliki sebuah tanggung jawab yang besar. Apabila seorang bidan
melakukan suatu kesalahan yang dilakukan, maka ia akan mendapatkan sanksi dan
hukuman yang telah ditetapkan oleh pemenkes.
Dalam melakukan
tindakan–tindakan tersebut, selain melakukan sesuai dengan standar bidan juga
harus memperhatikan norma, etika profesi, kode etik profesi dan hukum profesi
dalam setiap tindakannya.
1.2 RUMUSAN
MASALAH
Rumusan masalah yang
didapat adalah
1. Apa
pengertian praktek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan
2. Apa
yang dimaksud dengan pelaporan dan registrasi, masa bakti praktek bidan dalam permenkes tentang
pelaporan dan registrasi bidan ?
3. Apa
yang dimaksud dengan wewenang bidan, pencatatan dan pelaporan dalam permenkes
tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
4. Apa
yang dimaksud dengan pembinaan dan pengawasan serta ketentuan pidana dalam
permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
5. Apa
yang dimaksud dengan ketentuan peralihan tentang surat pengawasan dan izin
prakek bidan dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan ?
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui
tentang pengertian praktek bidan permenkes tentang pelaporan dan registrasi
bidan.
2. Mengetahui
tentang pelaporan dan registrasi, masa bakti praktek bidan dalam permenkes
tentang pelaporan dan registrasi bidan.
3. Mengetahui
tentang wewenang bidan, pencatatan dn pelaporan dalam permenkes tentang
pelaporan dan registrasi bidan.
4. Mengetahui
tentang pembinaan dna pengawasan serta ketentuan pidana dalam permenkes tentang
pelaporan dan registrasi bidan
5. Mengetahui
tentang ketentuan peralihan tentang surat pengawasan dan izin praktek bidan
dalam permenkes tentang pelaporan dan registrasi bidan.
1.4 METODE
PENULISAN
Penulis
mempergunakan metode kepustakaan, cara- cara yang digunakan pada pembuatan
makalah ini adalah study pustaka. Dalam metode ini penulis mencari beberapa
referensi internet yang berkaitan dengan penulisan makalah permenkes laporan
dan registrasi dalam praktek bidan
BAB II
PEMBAHASAN
PERMENKES
TENTANG PELAPORAN DAN REGISTRASI BIDAN
2.1
PENGERTIAN PRAKTEK BIDAN
Praktek Kebidanan adalah asuhan
yang diberikan oleh bidan secara mandiri baik pada perempuan yang menyangkut
proses reproduksi, kesejahteraan ibu dan janin / bayinya, masa antara dalam
lingkup praktek kebidanan juga termasuk pendidikan kesehatan dalam hal proses.
reproduksi untuk keluarga dan komunitasnya.
Praktek kebidanan
berdasarkan prinsip kemitraan dengan perempuan bersifat holistik dan
menyatukannya dengan pemahaman akan pengaruh sosial, emosional, budaya,
spiritual, psikologi dan fisik dari pengalaman reproduksinya.
Praktek kebidanan
bertujuan menurunkan / menekan mortalitas dan morbilitas ibu dan bayi yang
berdasarkan ilmu-ilmu kebidanan, kesehatan, medis dan sosial untuk memelihara,
meningkatkan dan melindungi kesehatan ibu dan janin / bayinya.
Permenkes nomor
900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 1
Praktik bidan adalah
serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan kepada
pasien (individu, keluarga, dan masyarakat) sesuai dengan kewenangan dan
kemampuannya.
2.2. PELAPORAN DAN REGISTRASI
Permenkes
nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal
2
(1) Pimpinan penyelenggaraan pendidikan
bidan wajib menyampaikan laporan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi mengenai peserta didik yang baru lulus, selambat lambatnya 1 (satu)
bulan setelah dinyatakan lulus.
(2) Bentuk dan isi laporan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir I terlampir.
•
Ketentuan untuk pelaporan peserta didik yang baru lulus ke Dinas
Kesehatan provinsi
•
Kewajiban untuk registrasi bagi bidan yang baru lulus
•
Penerbitan SIB oleh kepala Dinas Kesehatan Propinsi
•
Kewajiban untuk kepemilikan SIB termasuk untuk Bidan luar negeri
•
Pembaharuan SIB Permenkes nomor 1464/MENKES/PER/X/2010
•
Bidan dapat praktik mandiri atau di fasilitas pelayanan kesehatan
•
Minimal pendidikan Bidan adalah dIII kebidanan
•
Kewajiban memiliki SIKB untuk Bidan yang bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatan
• Kewajiban
memiliki SIPB untuk Bidan yang praktik mandiri
•Kewajiban memiliki STR, SIKB dan SIPB
yang di keluarkan oleh pemerintah daerah kabupaten/Kota-kota
• Kewenangan
Bidan untuk hanya menjalankan praktik/ kerja paling banyak 1 tempat kerja dan 1
tempat praktik
•
Masa berlaku SIKB dan SIPB
Registrasi adalah proses
pendaftaran, pendokumentasian dan pengakuan terhadap bidan setelah dinyatakan
memenuhi minimal kompetensi inti atau standar penampilan minimal yang
ditetapkan sehingga secara fisik dan mental mampu melaksanakan praktik profesinya.
Pasal
3
(1) Bidan yang baru lulus mengajukan
permohonan dan mengirimkan kelengkapan registrasi kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi dimana institusi pendidikan berada guna memperoleh SIB
selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah menerima ijazah bidan.
(2)
Kelengkapan registrasi sebagaimana dimaksud meliputi:
• fotokopi Ijazah Bidan;
• fotokopi Transkrip Nilai Akademik
•surat keterangan sehat dari dokter
•pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2
(dua) lembar
(3) Bentuk permohonan SIB sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Formulir II
terlampir.
Pasal
4
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas
nama Menteri Kesehatan melakukan registrasi berdasarkan permohonan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 untuk menerbitkan SIB.
(2) SIB sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Propinsi atas nama Menteri
Kesehatan, dalam waktu selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak permohonan
diterima dan berlaku secara nasional.
(3)
Bentuk dan isi SIB sebagaimana tercantum dalam Formulir III terlampir.
Pasal
5
(1) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
harus membuat pembukuan registrasi mengenai SIB yang telah diterbitkan.
(2) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
menyampaikan laporan secara berkala kepada Menteri Kesehatan melalui
Sekretariat Jenderal c.q Kepala Biro Kepegawaian Departemen Kesehatan dengan
tembusan kepada organisasi profesi mengenai SIB yang telah diterbitkan untuk
kemudian secara berkala akan diterbitkan dalam buku registrasi nasional.
Pasal
6
(1) Bidan lulusan luar negeri wajib
melakukan adaptasi untuk melengkapi persyaratan mendapatkan SIB.
(2) Adaptasi sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan pada sarana pendidikan yang terakreditasi yang ditunjuk
pemerintah.
(3) Bidan yang telah menyelesaikan
adaptasi diberikan surat keterangan selesai adaptasi oleh pimpinan sarana
pendidikan.
(4) Untuk melakukan adaptasi bidan
mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi.
(5)
Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dengan melampirkan:
a. Fotokopi Ijazah yang telah dilegalisir
oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi;
b. Fotokopi Transkrip Nilai Akademik yang
bersangkutan.
(6) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi
berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menerbitkan rekomendasi
untuk melaksanakan adaptasi.
(7) Bidan yang telah melaksanakan
adaptasi, berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4.
(8) Bentuk permohonan sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) sebagaimana tercantum dalam Formulir IV terlampir.
Pasal
7
(1)
SIB berlaku selama 5 Tahun dan dapat diperbaharui serta merupakan dasar untuk
menerbitkan SIPB.
(2)
Perbaharuan SIB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Kepala Dinas
Kesehatan Propinsi dimana bidan praktik dengan melampirkan antara lain:
a.SIB
yang telah habis masa berlakunya
b.Surat
Keterangan sehat dari dokter
c.Pas
foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar.
2.3 MASA BAKTI
Kepmenkes
RI nomor 900/MENKES/SK/VII/2002
Pasal 8
Masa bakti bidan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4 WEWENANG BIDAN
Kepmenkes
900/Menkes/SK/VII/2002
Dalam menangani kasus seorang bidan diberi
kewenangan sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Indonesia
No:900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan,yang disebut
dalam BAB V praktik bidan antara lain:
Pasal 14
Bidan dalam menjalankan
praktiknya berwenang untuk memberikan pelayanan yang meliputi:
a. Pelayanan kebidanan
b. Pelayanan keluarga berencana
c. Pelayanan kesehatan masyarakat
pasal 15
a. Pelayanan kebidanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 huruf a ditujukan kepada ibu dan anak.
b. Pelayanan kepada ibu diberikan pada masa
pranikah, prahamil, masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas, menyusui, dan
masa antara (periode interval).
c. Pelayanan kebidanan kepada anak diberikan
pada masa bayi baru lahir, masa bayi, masa anak balita dan masa pra sekolah.
Pasal 16
Pelayanan kebidanan
kepada ibu meliputi:
a. Penyuluhan dan konseling
b. Pemeriksaan fisik
c. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal
d. Pertolongan pada kehamilan abnormal yang
mencakup ibu hamil dengan abortus iminens, hiperemesis gravidarum tingkat I,
preeklamsi ringan dan anemi ringan
e. Pertolongan persalinan normal
f. Pertolongan persalinan abnormal, yang
mencakup letak sungsang, partus macet kepala di dasar panggul, ketuban pecah
dini (KPD) tanpa infeksi, perdarahan post partum, laserasi jalan lahir,
distosia karena inersia uteri primer, post term dan preterm
g. Pelayanan ibu nifas normal
h. Pelayanan ibu nifas abnormal yang mencakup
ratensio plasenta, renjatan, dan infeksi ringan
i. Pelayanan dan pengobatan pada kelainan
ginekologi yang meliputi keputihan, perdarahan tidak teratur dan penundaan
haid.
Pelayanan kebidanan
kepada anak meliputi:
a. Pemeriksaan bayi baru lahir
b. Perawatan tali pusat
c. Perawatan bayi
d. Resusitasi pada bayi baru lahir
e. Pemantauan tumbuh kembang anak
f. Pemberian imunisasi
g. Pemberian penyuluhan.
Pasal 17
Dalam keadaan tidak
terdapat dokter yang berwenang pada wilayah tersebut, bidan dapat memberikan
pelayanan pengobatan pada penyakit ringan bagi ibu dan anak sesuai dengan
kemampuannya.
Pasal 18
Bidan dalam memberikan
pelayanan sebagaimana dimaskud dalam Pasal 16 berwenang untuk :
a. Memberikan imunisasi.
b. Memberikan suntikan pada penyulit kehamilan,
persalinan, dan nifas.
c. Mengeluarkan placenta secara manual.
d. Bimbingan senam hamil.
e. Pengeluaran sisa jaringan konsepsi.
f. Episiotomy.
g. Penjahitan luka episiotomi dan luka jalan lahir
sampai tingkat II.
h. Amniotomi pada pembukaan serviks lebih dari 4
cm.
i. Pemberian infuse.
j. Pemberian suntikan intramuskuler
uterotonika, antibiotika, dan sedative.
k. Kompresi bimanual.
l. Versi ekstraksi gemelli pada kelahiran bayi
kedua dan seterusnya.
m. Vacum ekstraksi
dengan kepala bayi di dasar panggul.
n. Pengendalian anemi.
o. Meningkatkan pemeliharaan dan penggunaan air
susu ibu.
p. Resusitasi pada bayi baru lahir dengan
asfiksia.
q. Penanganan hipotermi.
r. Pemberian minum dengan sonde/pipet.
s.
Pemberian obat-obat terbatas, melalui lembaran permintaan obat sesuai dengan
Formulir VI terlampir.
t. Pemberian surat keterangan kelahiran dan
kematian.
Pasal 19
Bidan dalam memberikan pelayanan keluarga
berencana sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 huruf b berwenang untuk:
a. Memberikan obat dan alat kontrasepsi oral,
suntikan, dan alat kontrasepsi dalam rahim, alat kontrasepsi bawah kulit dan
kondom
b. Memberikan penyuluhan/konseling pemakaian
kontrasepsi
c. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam
rahim
d. Melakukan pencabutan alat kontrasepsi bawah
kulit tanpa penyulit
e. Memberikan konseling untuk pelayanan
kebidanan, keluarga berencana dan kesehatan masyarakat.
Pasal 20
Bidan dalam memberikan
pelayanan kesehatan, masyarakat sebagaimana dimaskud dalam pasal 14 huruf c
berwenang untuk :
a. Pembinaan peran serta masyarakat dibidang
kesehatan ibu dan anak
b. Memantau tumbuh kembang anak
c. Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas
d Melaksanakan deteksi
dini, melaksanakan petolongan pertama, merujuk dan memberikan penyuluhan
Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
Pasal 21
a. Dalam keadaan darurat bidan berwenang
melakukan pelayanan kebidanan selain kewenangan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 14.
b. Pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditujukan untuk penyelamatan jiwa.
2.5PENCATATAN
DAN PELAPORAN
Kepmenkes
RI NO. 1464/Menkes/X2010
Sebagaimana telah
ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang izin dan
penyelenggaraan praktik bidan pada bab VI pasal 20 mengenai pencatatan dan
pelaporan. Yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
Pasal 20
1)
Dalam melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai
dengan pelayanan yang diberikan.
2)
Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan kePuskesmas wilayah
tempat praktik.
3)Dikecualikan
dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk bidan yang bekerja di
fasilitas pelayanan kesehatan.
Kepmenkes RI NO.
900/Menkes/2002
sebagaimana telah
ditetapkan oleh Kepmenkes RI NO.900/MENKES/2002
tentang Registrasi dan Praktik Bidan pada bab VI pasal 27 mengenai
pencatatan dan pelaporan, yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
Pasal 27
1)Dalam
melakukan tugasnya bidan wajib melakukan pencacatan dan pelaporan sesuai dengan
pelayanan yang diberikan.
2)Pelaporan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaporkan ke puskesmas dan tembusan keepala
dinas kesehatan kabupaten/kota setempat
3)Pencatatan
dan peaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam lampiran IV
keputusan ini.
2.6
PEMBIMBINGAN DAN PEGAWASAN
Kepmenkes
RI NO. 1464/Menkes/X2010
Kepmenkes RI NO.
1464/Menkes/X2010 tentang izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab V pasal
20 sampai pasal 24 mengenaipembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi pasal
tersebul ialah :
Pasal 20
1)Pemerintah
dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan dan mengikutsertakan
organisasi profesi.
2)Pembinaan
dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan
mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala
kemungkinan yang dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan.
Pasal 21
1)
Menteri, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten / Kota
melakukan pembinaan dan pengawasan dengan mengikut sertakan Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia, Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi, organisasi profesi dan
asosiasi institusi pendidikan yang bersangkutan.
2)
Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diarahkan untuk meningkatkan mutu pelayanan, keselamatan pasien dan melindungi masyarakat terhadap segala kemungkinan yang dapat menimbulkan
bahaya bagi kesehatan.
3)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota harus melaksanakan pembinaan dan
pengawasan penyelenggaraan praktik
bidan.
4)
Dalam pelaksanaa ntugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota harus membuat pemetaan tenaga bidan praktik mandiri dan bidan di desa serta menetapkan dokter puskesmas terdekat untuk
pelaksanaan tugas supervise terhadap bidan di wilayah tersebut.
Pasal 22
1) Pimpinan
fasilitas pelayanan kesehatan wajib melaporkan bidan yang bekerja dan yang
berhenti bekerja di fasilitas pelayanan
kesehatannya pada tiap triwulan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota
dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 23
1) Dalam
rangka pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Menteri,
pemerintah daerah provinsi, dan pemerintah daerah kabupaten / kota dapat
memberikan tindakan administrative kepada bidan yang melakukan pelanggaran
terhadap ketentuan penyelenggaraan praktik dalam Peraturanini.
2) Tindakan administrative sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilakukan melalui:
a. Teguran lisan;
b. Teguran tertulis;
c. pencabutan SIKB / SIPB untuk sementara
paling lama 1 (satu) tahun ; atau
d. pencabutan
SIKB / SIPB selamanya.
Pasal 24
1)
Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat memberikan sanksi berupa rekomendasi
pencabutan surat izin / STR kepada kepala dinas kesehatan privinsi / majelis
tenaga kesehatan Indonesia (MTKI) terhadapbidan yang melakukan praktik tanpa
memiliki SIPB atau kerja tanpa memiliki SIKB sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (1) dan (2).
2) Pemerintah daerah kabupaten / kota dapat mengenakan sanksi
teguran lisan, teguran sementara / tetap
kepada pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan yang mempekerjakan bidan yang
tidak mempunyai SIKB.
Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI
NO.900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab VIII
pasal 31 sampai pasal 41 mengenai pembimbingan dan pengawasan. Yang mana bunyi
pasal tersebul ialah :
Pasal 31
1) Bidan wajib mengumpulkan sejumlah angka
kredit yang besarnya ditetapkan oleh organisasi profesi.
2) Angka kredit sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dikumpulkan dari angka kegiatan pendidikan dan kegiatan ilmiah dan
pengabdian masyarakat.
3) Jenis dan besarnya angka kredit dari
masing-masing unsur sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh
organisasi profesi.
4)
Organisasi profesi mempunyai kewajiban membimbing dan mendorong para anggotanya
untuk dapat mencapai angka kredit yang ditentukan.
Pasal 32
Pimpinan sarana
kesehatan wajib melaporkan bidan yang melakukan praktik dan yang berhenti
melakukan praktik pada saran kesehatannya kepada Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada organisasi profesi.
Pasal 33
1)
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan/atau organisasi profesi terkait
melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap bidan yang melakukan praktik
diwilayahnya.
2)
Kegiatan pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dilakukan melalui pemantauan yang hasilnya dibahas secara periodik
sekurang-kurangnya 1(satu) kali dalam 1(satu) tahun.
Pasal 34
Selama menjalankan praktik
seorang Bidan wajib mentaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 35
1) Bidan dalam melakukan praktik dilarang :
a. Menjalankan praktik apabila tidak sesuai
dengan ketentuan yang tercantum dalam izin praktik.
b. Melakukan perbuatan yang bertentangan dengan
standar profesi.
2)
Bagi bidan yang memberikan pertolongan
dalam keadaan darurat atau menjalankan tugas didaerah terpencil yang tidak ada
tenaga kesehatan lain, dikecualikan dari larangan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) butir a.
Pasal 36
1) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat
memberikan peringatan lisan atau tertulis kepada bidan yang melakukan
pelanggaran terhadap Keputusan ini.
2) Peringatan lisan atau tertulis sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan paling banyak 3(tiga) kali dan apabila
peringatan tersebut tidak diindahkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
dapat mencabut SIPB Bidan yang bersangkutan.
Pasal 37
Sebelum Keputusan
pencabutan SIPB ditetapkan, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terlebih
dahulu mendengar pertimbangan dari Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK)
atau Majelis Pembinaan dan Pengawasan Etika Pelayanan Medis (MP2EPM) sesuai
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pasal 38
1)
Keputusan pencabutan SIPB disampaikan kepada bidan yang bersangkutan dalam
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari terhitung sejak keputusan
ditetapkan.
2) Dalam Keputusan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disebutkan lama pencabutan SIPB.
3)
Terhadap pencabutan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan
keberatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi dalam waktu 14 (empat belas)
hari setelah Keputusan diterima, apabila dalam waktu 14 (empat belas) hari
tidak diajukan keberatan, maka keputusan tersebut dinyatakan mempunyai kekuatan
hukum tetap.
4) Kepala Dinas Kesehatan Propinsi memutuskan
ditingkat pertama dan terakhir semua keberatan mengenai pencabutan SIPB.
5)
Sebelum prosedur keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditempuh,
Pengadilan Tata Usaha Negara tidak berwenang mengadili sengketa tersebut sesuai
dengan maksud Pasal 48 Undang undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata
Usaha Negara.
Pasal 39
Kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota melaporkan setiap pencabutan SIPB kepada Kepala Dinas Kesehatan
Propinsi setempat dengan tembusan kepada organisasi profesi setempat.
Pasal 40
1) Dalam keadaan luar biasa untuk kepentingan
nasional Menteri Kesehatan dan/atau atas rekomendasi organisasi profesi dapat
mencabut untuk sementara SIPB bidan yang melanggar ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku
2) Pencabutan izin sementara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) selanjutnya diproses sesuai dengan ketentuan Keputusan
ini.
Pasal 41
1) Dalam rangka pembinaan dan pengawasan,
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat membentuk Tim/Panitia yang bertugas
melakukan pemantauan pelaksanaan praktik bidan di wilayahnya.
2) Tim/Panitia sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) terdiri dari unsur pemerintah, Ikatan Bidan Indonesia dan profesi kesehatan
terkait lainnya.
2.7
KETENTUAN PIDANA PRAKTEK BIDAN
Kepmenkes
RI NO. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab IX
pasal 42 sampai pasal 44 mengenai ketentuan pidana, yang mana bunyi pasal
tersebut ialah
Pasal 42
Bidan yang dengan
sengaja :
a.
melakukan praktik kebidanan tanpa mendapat pengakuan/adaptasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 dan/atau;
b. melakukan praktik kebidanan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
c. melakukan praktik kebidanan tidak sesuai
dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1) ayat (2);
dipidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996
tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 43
Pimpinan sarana
pelayanan kesehatan yang tidak melaporkan bidan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 dan/atau mempekerjakan bidan yang tidak mempunyai izin praktik, dapat
dikenakan sanksi pidana sesuai ketentuan Pasal 35 Peraturan Pemerintah Nomor 32
Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 44
1.
Dengan tidak mengurangi sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42, Bidan yang
melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang diatur dalam Keputusan ini dapat
dikenakan tindakan disiplin berupa teguran lisan, teguran tertulis sampai
dengan pencabutan izin.
2.
Pengambilan tindakan disiplin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.8
KETENTUAN PERALIHAN TENTANG PENUGASAN DAN IZIN PRAKTEK BIDAN
. Kepmenkes RI NO. 1464/Menkes/X2010 tentang
izin dan penyelenggaraan praktek bidan pada Bab VI pasal 25 sampai pasal 28
mengenai ketentuan peralihan tentang surat penugasan dan ijin praktek. Yang
mana bunyi pasal tersebul ialah :
• Pasal 25
1)
Bidan yang telah mempunyai SIPB berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor 900 / Menkes / SK/VII/2002 tentang
Registrasi dan Praktik Bidan dan Peraturan Menteri Kesehatan.
Nomor
HK.02.02/Menkes/149/1/2010 tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktik Bidan
dinyatakan telah memiliki SIPB berdasarkan Peraturan ini sampai dengan masa
berlakuny
a berakhir.
2) Bidan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus memperbaharui SIPB apabila Surat Izin Bidan yang bersangkutan telah habis
jangka waktunya berdasarkan peraturan ini.
• Pasal 26
Apabila Majelis Tenaga
Kesehatan Indonesia (MTKI) dan Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi (MTKP) belum
dibentuk dan / atau belum dapat melaksanakan tugasnya.Maka registrasi bidan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang Registrasi dan Praktik Bidan.
• Pasal 27
Bidan yang telah
melaksanakan kerja di fasilitas pelayanan kesehatan sebelum ditetapkan
peraturan ini harus memiliki SIKB berdasarkan peraturan ini paling
selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak peraturan ini ditetapkan.
• Pasal 28
Bidan yang berpendidikan di bawah Diploma
III (D III) Kebidanan yang menjalankan praktik mandiri harus menyesuaikan
dengan ketentuan peraturan ini selambat-lambatnya 5 (lima) tahun sejak
peraturan ini ditetapkan.
b. Kepmenkes RI
NO.900/MENKES/SK/VII/2002
Kepmenkes RI NO.
900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan pada Bab XI pasal
45 mengenai ketentuan perlihan yang mana bunyi pasal tersebul ialah :
• Pasal 45
1)
Bidan yang tidak mempunyai surat penugasan dan SIPB berdasarkan Peraturan
Mentri Kesehatan no 572/Menkes/Per/VI/1996 tentang registrasi dan praktek bidan
dianggap telah memiliki SIB dan SIPB
berdasarkan ketentuan.
2) SIB
dan SIPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku selama 5 (lima) tahun dan
apabila telah habis maka masa berlakunya dapat di perbaharui sesuai ketentuan
keputusan ini.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Keputusan
mentri kesehatan mengenai registrasi dan praktek bidan dapat di golongkan atas
beberapa bab, diantaranya tentang pencatatan dan pelaporan, pembinaan dan
pengawasan, ketentuan pidana, serta ketentuan peralihan tentang surat penugasan
dan ijin praktek semuanya telah tercantum dalam Permenkes RI No.1464/ Menkes/X/2010 dan Permenkes RI No.900/Menkes/SK/VII/2002.
3.2 Saran
Semoga dengan adanya keputusan Menteri kesehatan Republik Indonesia mengenai registrasi dan praktek bidan ini
menjadi pedoman terhadap para bidan dan calon bidan dalam menjalankan praktik
dan tindakan yang akan di lakukan.
DAFTAR PUSTAKA
PujiWahyuningsih,
Heni.2008.Etika ProfesiKebidanan.Fitramaya.Jakarta
Permenkes
1464/MENKES/PER/X/2010
Bakhtiar, Amsal.
FilsafatIlmu, Jakarta, 2007.
Sarwono P. IlmuKebidanan,
Jakarta, 2007.
Estiwidani, Meilani,
Widyasih, Widyastuti, KonsepKebidanan. Yogyakarta, 2008.
Syofyan,Mustika,et all.50
Tahun IBI BidanMenyongsongMasaDepanCetakanke-III Jakarta: PP IBI.2004.
Depkes RI
PusatpendidikanTenagaKesehatan.Konsep kebidanan,Jakarta.1995.
PujiWahyuningsih,
Heni.2008.Etika ProfesiKebidanan.Fitramaya.Jakarta.
http://hanyhandri.blogspot.com/2011/11/pencatatan-dan-pelaporan-kebidanan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar