SpongeBob SquarePants

Jumat, 29 Mei 2015

RUPTUR UTERI

3. RUPTUR UTERI
A.    Pengertian
Ruptur uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum ( Cunningham, 1995, P: 470 ). Ruptur uteri atau robekan uteri merupakan peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan, kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Ruptura uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya regang miomentrium. Penyebabnya adalah disproporsi jani dan panggul, partus macet atau traumatik.(Prawirohardjo,2002) Ruptura uteri termasuk salah satu diagnosis banding apabila ibu dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada perut bawah, diikuti dengan syok dan pedarahan pervaginam. Ruptura uteri inkomplit yang menyebabkan hematoma pada paramentrium, kadang-kadang sangat sulit untuksegera dikenali sehingga sering kali menimbulkan komplikasi atau bahkan kematian
v   Macam - Macam Ruptur Uteri.
1. Menurut cara terjadinya ruptur uteri terbagi atas.
·         Ruptur uteri spontan.
§    terjadi spontan dan sebagian besar pada persalinan.
§    terjadi gangguan mekaniame persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang berlebihan.
·         Ruptur uteri traumatic.
§     terjadi pada persalinan.
§     timbulnya ruptur uteri karena tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep.
·         Ruptur uterus pada bekas luka parut.
§    terjadinya spontan.
§    bekas seksio sesarea.
§    bekas operasi pada uterus.

2. Menurut robeknya uterus dibagi atas.
·         Ruptur uteri kompleta.
§    jaringan peritoneum ikut robek.
§    janin terlempar ke dalam abdomen.
§    terjadi perdarahan kedalam ruang abdomen.
§    mudah terjadi infeksi.
·         Ruptur uteri inkompleta.
§    jaringan peritoneum tidak ikut robek.
§    janin tidak terlempar ke ruang abdomen.
§    tidak terjadi perdarahn dalam ruang abdomen.
§    perdarahan dapat menuju keliang senggama (vagina).
§    perdarahan dapat dalam bentuk hematoma.

3. Menurut lokasinya, dibagi atas.
·         Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik atau miomektomi
·         Segmen bawah rahim.
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama, tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadi ruptur uteri.
·         Serviks uteri.
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang pembukaan belum lengakp.
·         Kolpoporeksis-kolporeksis.
Robekan-robekan diantar serviks dan vagina.

4. Menurut gejala klinis, dibagi atas.
·         Ruptur uteri imminens (membakat = mengancam), penting untuk diketahui.
·         Ruptur uteri sebenarnya

B.     Penyebab
·         Ruptur uteri yang terjadi secara spontan, disebabkan oleh.
§     Panggul yang terlalu sempit.
§     Tumor pada jalan lahir.
§     Malposisi kepala.
§     Faktorpredisposisi (multiparita, tekanan keras pada fundus uteri, stimulus oksitosin).
§     Janin letak lintang.
§     Hidrosefalus.
·         Ruptur uteri traumatic, disebabkan oleh.
§    Kecelakan (jatuh, tabrakan).
§    Manual plasenta.
§    Embriotomi.
§    Trauma tumpul atau trauma tajam dari luar.
§    Stimulus oksitosin.
§    Dorongan pada fundus uterus yang terlalu keras (biasanya dilakukan oleh dukun dalam menyelesaikan persalinan).
§    Dystosia.
§    Usaha vaginal untuk melahirkan janin.
§    Penyakit rahim misalnya udenomiosis.
·         Ruptur uteri pada bekas luka parut.
Ruptur uteri ini terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangakat mioma (miomektomi). Penyebabnya sama dengan ruptur uteri yang terjadi secara spontan.
C.     Factor resiko
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit, hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multiparitas, stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang, sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri. Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat bisa menyebabkab ruptur uteri.
·         Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robrkan ini yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena dystosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan embriotomi. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk mengetahui terjadinya ruptur uteri..
·         Ruptur uteri pada luka bekas parut.
Diantar parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut sesarea klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai, sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri. Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat ruptur uteri inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar. Biasanya janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka. Jika arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam uterus meningggal pula

D.    Penanganan
 Tindakan pertama adalah mengatasi syok, memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1. Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan khususnya bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih menguntungkan dari penjahitan laserasi.
2. Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3. Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar lain:
·         Keadaan umum penderita (syok dan sangat anemis).
·         Jenis ruptur, inkompleta, atau kompleta.
·         Jenis luka robekan.
·         Tempat luka apakah pada serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
·         Perdarahn dari luka sedikit atau banyak.
·         Umur dan jumlah anak yang hidup.
·         Kemampuan dan keterampilan penolong.

ASUHAN KEBIDANAN
1. Pengkajian.
a. Anamnesis.
Gejala saat ini.
·         Nyeri abdomen dengan tiba-tiba, tajam seperti disayat pisau, kontraksi uterus yang intermiten, kuat dan berhenti dengan tiba-tiba dan pasien mengeluh nyeri yang menetap.
·         Perdarahan pervagina.
·         Syok dengan nadi kecil dan cepat.
·         Nyeri bahu.
·         Pada saat his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan.
·         Gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin, kolaps dan tak sadarkan diri.
·         Pernapasan dangkal dan cepat.
·         Kadang-kadang ada perasaan nyeri menjalar ke tungkai.
·         Riwayat penyakit dahulu.
·         Riwayat paritas tinggi.
·         Pembedahan uterus sebelumnya.
·         Seksio sesarea.
·         Miomektomi atau reseksi kornu.
b. Data obyektif.
1.      Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan umum : TTV : suhu panas, nadi kecil dan cepat, TD menurun dan ireguler dan pernapasan dangkal dan cepat.
Ø  Inspeksi.
Kelihatan haus, muntah-muntah, perdarahan pervagina dan kontraksi uterus biasanya hilang.
Ø  Palpasi.
Teraba suatu krepitasi pada kulit perut menandakan adanya emfisema subkutan, jika kepala janin belum turun mudah dilepaskan dari pintu atas panggul / inlet, apabila janin sudah keluar dari kavum uteri berada di rongga perut maka akan teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya biasa teraba uterus sebagai suatu yang keras seperti bola dan nyeri tekan pada perut terutama pada tempat yang robek.
Ø  Auskultasi .
Biasanya denyut jantung janin (DJJ) sulit atau tidak terdengar lagi beberapa manit setelah ruptur.
§  Pemeriksaan abdomen.
Fundus uteri dapat berkontraksi dan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba hilang.
§  Pemeriksaan pelvis.
Menjelang kelahiran bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ekstrusi kedalam rongga peritoneum, dan perdarahan pervagina mungkin hebat. Apabila terjadi robekan lengkap jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung kedalam rongga peritoneum, melalui permukaan serosa uterus yang halus dan licin.
§  Kateterisasi.
Hematuria yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
2. Diagnosa
1. Nyeri akut
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Resiko tinggi cedera terhadap maternal
4. Resiko tinggi cedera terhadap janin
3. Perencanaan.
Diagnosa I.
Goal : Nyeri berkurang selam dalam perawatan
Obyektif : Dalam waktu 1 jam paasien mengatakan nyeri berkurang dan terkontrol, pasien tampak rileks dan tidak menunjukkan wajah yang meringis kesakitan.
Intervensi dan rasional :
§  Kaji keluhan nyeri, lokasi dan observasi petunjuk nyeri non verbal misalnya posisi tubuh, ekspresi wajah dan enggan bergerak.
§  Nyeri yang terjadi unik bagi setiap orang dapat menunjukan persepsi individual. Petunjuk non verbal yang dapat membnatu mengevaluasi nyeri dan keefektifan terapi.
§  Tinjau ulang / berikan instruksi dalam teknik pernapasan sederhana.
§  Mendorong relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat ketidaknyamanan.
§  Berikan tindakan kenyamanan misalnya masase, gosok punggung, sandaran bantal, pemberian kompres sejuk).
§  Meningkatkan relaksasi, menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol klien.
§  Kolaborasi untuk pemberian obat analgesik narkotik (morphin, neperidin) atau non narkotik seperti asetaminofen atau sedatif (hidroksin).
§  Obat analgesik menekan sarag pusat untulk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa II.
Goal : Klien akan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Subyektif : Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisisan kapiler baik dan membran mukosa lembab.
Intervensi dan rasional :
§  Awasi masukan dan pengeluaran.
§  Indicator keseimbangan cairan dan kebutuhan pengganti. Pada irigasi kandung kemih, awasi pentingnya perkiraan kehilangan dara dan secara akurat mengkaji urin.

§  Benamkan kateter, hindari manipulasi berlebihan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar