3.
RUPTUR UTERI
A. Pengertian
Ruptur
uteri adalah pelepasan insisi yang lama disepanjang uterus dengan robeknya
selaput ketuban sehingga kavum uteri berhubung langsung dengan kavum peritoneum
( Cunningham, 1995, P: 470 ). Ruptur uteri atau robekan uteri merupakan
peristiwa yang sangat berbahaya, yang umumnya terjadi pada persalinan,
kadang-kadang juga pada kehamilan tua.
Ruptura
uteri adalah robekan atau diskontinuitas dinding rahim akibat dilampauinya daya
regang miomentrium. Penyebabnya adalah disproporsi jani dan panggul, partus
macet atau traumatik.(Prawirohardjo,2002) Ruptura uteri termasuk salah satu
diagnosis banding apabila ibu dalam persalinan lama mengeluh nyeri hebat pada
perut bawah, diikuti dengan syok dan pedarahan pervaginam. Ruptura uteri inkomplit
yang menyebabkan hematoma pada paramentrium, kadang-kadang sangat sulit
untuksegera dikenali sehingga sering kali menimbulkan komplikasi atau bahkan
kematian
v
Macam - Macam Ruptur
Uteri.
1.
Menurut cara terjadinya ruptur uteri terbagi atas.
·
Ruptur uteri spontan.
§
terjadi spontan dan sebagian
besar pada persalinan.
§
terjadi gangguan
mekaniame persalinan sehingga menimbulkan ketegangan segmen bawah rahim yang
berlebihan.
·
Ruptur uteri traumatic.
§
terjadi pada
persalinan.
§
timbulnya ruptur uteri
karena tindakan seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forsep.
·
Ruptur uterus pada
bekas luka parut.
§
terjadinya spontan.
§
bekas seksio sesarea.
§
bekas operasi pada
uterus.
2.
Menurut robeknya uterus dibagi atas.
·
Ruptur uteri kompleta.
§
jaringan peritoneum
ikut robek.
§
janin terlempar ke
dalam abdomen.
§
terjadi perdarahan
kedalam ruang abdomen.
§
mudah terjadi infeksi.
·
Ruptur uteri
inkompleta.
§
jaringan peritoneum
tidak ikut robek.
§
janin tidak terlempar
ke ruang abdomen.
§
tidak terjadi perdarahn
dalam ruang abdomen.
§
perdarahan dapat menuju
keliang senggama (vagina).
§
perdarahan dapat dalam
bentuk hematoma.
3.
Menurut lokasinya, dibagi atas.
·
Korpus uteri
Biasanya terjadi
pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti seksio sesarea klasik
atau miomektomi
·
Segmen bawah rahim.
Biasanya terjadi
pada partus yang sulit dan lama. SBR tambah lama, tambah regang dan tipis dan
akhirnya terjadi ruptur uteri.
·
Serviks uteri.
Biasanya terjadi
pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi dan ekstraksi, sedang
pembukaan belum lengakp.
·
Kolpoporeksis-kolporeksis.
Robekan-robekan
diantar serviks dan vagina.
4.
Menurut gejala klinis, dibagi atas.
·
Ruptur uteri imminens
(membakat = mengancam), penting untuk diketahui.
·
Ruptur uteri sebenarnya
B. Penyebab
·
Ruptur uteri yang
terjadi secara spontan, disebabkan oleh.
§
Panggul yang terlalu
sempit.
§
Tumor pada jalan lahir.
§
Malposisi kepala.
§
Faktorpredisposisi
(multiparita, tekanan keras pada fundus uteri, stimulus oksitosin).
§
Janin letak lintang.
§
Hidrosefalus.
·
Ruptur uteri traumatic,
disebabkan oleh.
§
Kecelakan (jatuh,
tabrakan).
§
Manual plasenta.
§
Embriotomi.
§
Trauma tumpul atau
trauma tajam dari luar.
§
Stimulus oksitosin.
§
Dorongan pada fundus
uterus yang terlalu keras (biasanya dilakukan oleh dukun dalam menyelesaikan
persalinan).
§
Dystosia.
§
Usaha vaginal untuk
melahirkan janin.
§
Penyakit rahim misalnya
udenomiosis.
·
Ruptur uteri pada bekas
luka parut.
Ruptur uteri ini
terdapat paling sering pada parut bekas seksio sesarea, peristiwa ini jarang
timbul pada uterus yang telah dioperasi untuk mengangakat mioma (miomektomi).
Penyebabnya sama dengan ruptur uteri yang terjadi secara spontan.
C. Factor
resiko
Ruptur uteri ini terjadi secar spontan pada uterus
yang utuh (tanpa parut). Faktor pokok disini adalah bahwa persalinan tidak
dapat berjalan dengan baik karena ada halangan misalnya: panggul yang sempit,
hidrosefalus, janin yang letak lintang, dll. Sehingga segmen bawah uterus makin
lama makin diregangkan. Pad suatu saat regangan yang terus bertambah melampaui
batas kekuatan jaringan miometrium, maka terjadilah ruptur uteri.
Faktor
predisposisi yang menyebabkan terjadinya ruptur uteri adalah multiparitas,
stimulus oksitosin, dll. Disini ditengah-tengah miometrium sudah terdapat
banyak jaringan ikat yang menyebabkan kekuatan dinding uterus menjadi kurang,
sehingga regangan lebih mudah menimbulkan robekan.
Pada persalinan
yang kurang lancar, dukun-dukun biasanya melakukan tekanan keras kebawah
terus-menerus pada fundus uterus, hal ini dapat menambah tekanan pada segmen
bawah uterus yang sudah regang dan mengakibatkan terjadinya ruptur uteri.
Pemberian oksitosin dalam dosis yang terlalu tinggi / indikasi yang tidak tepat
bisa menyebabkab ruptur uteri.
·
Ruptur uteri traumatic.
Ruptur uteri
yang disebabkan oleh trauma dapat terjadi karena jatuh, kecelakaan. Robrkan ini
yang bisa terjadi pada setiap saat dalam kehamilan, jarang terjadi karena
rupanya otot uterus cukup tahan terhadap trauma dari luar. Yang lebih sering
terjadi adalah ruptur uteri yang dinamakan ruptur uteri violenta. Disini karena
dystosia sudah ada regangan segmen bawah uterus dan usaha vaginal untuk
melahirkan janin mengakibatkan timbulnya ruptur uteri.
Hal itu misalnya
terjadi pada versi ekstraksi pada letak lintang yang dilakukan bertentangan
dengan syarat. Kemungkinan besar yang lain adalah ketika melakukan embriotomi.
Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan kavum uteri dengan tangan untuk
mengetahui terjadinya ruptur uteri..
·
Ruptur uteri pada luka
bekas parut.
Diantar
parut-parut bekas seksio sesarea, parut yang terjadi sesudah seksio sesarea
klasik lebih sering menimbulkan ruptur uteri dari pada parut bekas seksio
sesarea profunda. Hal ini disebabkan karena luka pada segmen bawah uterus yang
menyerupai daerah uterus yang lebih tenang dalam masa nifas dapat sembuh dengan
lebih baik, sehingga parut lebih kuat. Ruptur uteri pad bekas parut sesarea
klasik juga lebih sering terjadi pad kehamilan tua sebelum persalinan dimulai,
sedang peristiwa tersebut pada parut bekas seksio sesarea profunda umumnya
terjadi waktu persalinan. Ruptur uteri pasca seksio sesarea bisa menimbulkan
gejala-gejala seperti telah diuraikan lebih dahulu, akan tetapi bisa juga
terjadi tanpa banyak menimbulkan gejala. Dalam hal yang terakhir ini tidak
terjadi robekan secara mendadak, melainkan lambat laun jaringan disekitar bekas
luka menipis untuk akhirnya terpisah sama sekali dan terjadilah ruptur uteri.
Disini biasanya peritoneum tidak ikut serta sehingga terdapat ruptur uteri
inkompleta. Pada peristiwa ini ada kemungkinan arteri besar terbuka dan timbul
perdarahan yang sebagian berkumpul di ligametum dan sebagian keluar. Biasanya
janin masih tinggal dalam uterus dan his kadang-kadang masih ada. Sementar itu
penderita merasa nyeri spontan atau nyeri pada perabaan tempet bekas luka. Jika
arteria besar terluka, gejal-gejal perdarahan, anemia dan syok, janin dalam
uterus meningggal pula
D. Penanganan
Tindakan pertama adalah mengatasi syok,
memperbaiki keadaan umum penderita dengan pemberian infus cairan dan transfusi
darah, kardiotonika, antibiotika,dll. Bila keadaan umum mulai membaik, tindakan
selanjutnya adalah melakukan laparatomi dengan tindakan jenis operasi :
1.
Histerektomi, baik total maupun subtotal. Histerektomi total dilakukan
khususnya bila garis robekan longitudinal. Tindakan histerektomi lebih
menguntungkan dari penjahitan laserasi.
2.
Histerorafia, yaitu tepi luka dieksidir lalu dijahit sebaik-baiknya.
3.
Konservatif, hanya dengan tamponade dan pemberian antibiotik yang cukup.
Tindakan
mana yang akan dipilih, tergantung pada beberapa faktro antar lain:
·
Keadaan umum penderita
(syok dan sangat anemis).
·
Jenis ruptur,
inkompleta, atau kompleta.
·
Jenis luka robekan.
·
Tempat luka apakah pada
serviks, korpus atau segmen bawah rahim.
·
Perdarahn dari luka
sedikit atau banyak.
·
Umur dan jumlah anak
yang hidup.
·
Kemampuan dan
keterampilan penolong.
ASUHAN
KEBIDANAN
1.
Pengkajian.
a.
Anamnesis.
Gejala
saat ini.
·
Nyeri abdomen dengan
tiba-tiba, tajam seperti disayat pisau, kontraksi uterus yang intermiten, kuat
dan berhenti dengan tiba-tiba dan pasien mengeluh nyeri yang menetap.
·
Perdarahan pervagina.
·
Syok dengan nadi kecil
dan cepat.
·
Nyeri bahu.
·
Pada saat his yang kuat
sekali, pasien merasa kesakitan.
·
Gelisah, takut, pucat,
keluar keringat dingin, kolaps dan tak sadarkan diri.
·
Pernapasan dangkal dan
cepat.
·
Kadang-kadang ada
perasaan nyeri menjalar ke tungkai.
·
Riwayat penyakit
dahulu.
·
Riwayat paritas tinggi.
·
Pembedahan uterus
sebelumnya.
·
Seksio sesarea.
·
Miomektomi atau reseksi
kornu.
b.
Data obyektif.
1. Pemeriksaan
fisik.
Pemeriksaan
umum : TTV : suhu panas, nadi kecil dan cepat, TD menurun dan ireguler dan
pernapasan dangkal dan cepat.
Ø Inspeksi.
Kelihatan haus, muntah-muntah, perdarahan pervagina
dan kontraksi uterus biasanya hilang.
Ø Palpasi.
Teraba
suatu krepitasi pada kulit perut menandakan adanya emfisema subkutan, jika
kepala janin belum turun mudah dilepaskan dari pintu atas panggul / inlet,
apabila janin sudah keluar dari kavum uteri berada di rongga perut maka akan
teraba bagian-bagian janin langsung dibawah kulit perut dan disampingnya biasa
teraba uterus sebagai suatu yang keras seperti bola dan nyeri tekan pada perut
terutama pada tempat yang robek.
Ø Auskultasi
.
Biasanya
denyut jantung janin (DJJ) sulit atau tidak terdengar lagi beberapa manit
setelah ruptur.
§ Pemeriksaan
abdomen.
Fundus
uteri dapat berkontraksi dan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding
abdomen diatas fundus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat berhenti dengan
mendadak dan bunyi jantung janin tiba-tiba hilang.
§ Pemeriksaan
pelvis.
Menjelang
kelahiran bagian presentasi mengalami regresi dan tidak lagi terpalpasi melalui
vagina bila janin telah mengalami ekstrusi kedalam rongga peritoneum, dan
perdarahan pervagina mungkin hebat. Apabila terjadi robekan lengkap jari-jari
pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung kedalam rongga peritoneum,
melalui permukaan serosa uterus yang halus dan licin.
§ Kateterisasi.
Hematuria
yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
2.
Diagnosa
1.
Nyeri akut
2.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
3. Resiko tinggi cedera terhadap maternal
4.
Resiko tinggi cedera terhadap janin
3.
Perencanaan.
Diagnosa
I.
Goal
: Nyeri berkurang selam dalam perawatan
Obyektif
: Dalam waktu 1 jam paasien mengatakan nyeri berkurang dan terkontrol, pasien
tampak rileks dan tidak menunjukkan wajah yang meringis kesakitan.
Intervensi
dan rasional :
§ Kaji
keluhan nyeri, lokasi dan observasi petunjuk nyeri non verbal misalnya posisi
tubuh, ekspresi wajah dan enggan bergerak.
§ Nyeri
yang terjadi unik bagi setiap orang dapat menunjukan persepsi individual.
Petunjuk non verbal yang dapat membnatu mengevaluasi nyeri dan keefektifan
terapi.
§ Tinjau
ulang / berikan instruksi dalam teknik pernapasan sederhana.
§ Mendorong
relaksasi dan memberikan klien cara mengatasi dan mengontrol tingkat
ketidaknyamanan.
§ Berikan
tindakan kenyamanan misalnya masase, gosok punggung, sandaran bantal, pemberian
kompres sejuk).
§ Meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan dan ansietas dan meningkatkan koping dan kontrol
klien.
§ Kolaborasi
untuk pemberian obat analgesik narkotik (morphin, neperidin) atau non narkotik
seperti asetaminofen atau sedatif (hidroksin).
§ Obat
analgesik menekan sarag pusat untulk mengurangi rasa nyeri.
Diagnosa
II.
Goal
: Klien akan mempertahankan hidrasi yang adekuat.
Subyektif
: Tanda-tanda vital stabil, nadi perifer teraba, pengisisan kapiler baik dan
membran mukosa lembab.
Intervensi
dan rasional :
§ Awasi
masukan dan pengeluaran.
§ Indicator
keseimbangan cairan dan kebutuhan pengganti. Pada irigasi kandung kemih, awasi
pentingnya perkiraan kehilangan dara dan secara akurat mengkaji urin.
§ Benamkan
kateter, hindari manipulasi berlebihan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar